Text
Kelanjutan cerita dan semesta di mulut Krishna
Menulis cerita dan melukis melibatkan imajinasi dan perspektif, memunculkan beragam bentuk dan adonan warna, sehingga keduanya pun terasa saling mempengaruhi. Mungkin itu yang membuat bahasa—atau lebih sempit, kata—di dalam cerita-cerita ini terasa lebih sebagai bangunan narasi, sebuah komposisi naratif, sebagaimana komposisi visual dalam seni rupa. Tak jarang bahasa menghasilkan selaan atau usikan yang menggoyahkan bangunan narasi, mengacaukan alur, mengayun-ayunkan saya, atau pembaca, di antara denotasi dan konotasi, berniat menghancurkan apa saja karena sekadar menampung hal-hal fiksional, gumam, celoteh, perasaan, mimpi, hasrat, gebalau pikiran sadar, gejolak alam bawah, dan sebagainya. Semuanya bekerja dalam bentuk yang melompat-lompat di antara pendekatan metafiksi dan vignette yang lebih banyak mengabdi kepada fragmen momen, emosi, aliran kesadaran dan di saat yang sama mempertanyakan batas realitas dalam cerita dan keterlibatan pembaca, dikendalikan oleh kegandrungan kepada kenisbian realitas yang dibalut skenario remeh atau kekurangannya.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain