Text
Hafalan Shalat Delisa
Novel ini mengisahkan tentang seorang gadis kecil berusia enam tahun yang merupakan anak bungsu dalam keluarganya. Nama gadis kecil ini adalah Delisa, dia memiliki tiga saudara yakni Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Delisa tinggal di Aceh tepatnya di Lhok Nga, di Lhok Nga Delisa tinggal tanpa seorang Abi, hanya bersama Umi dan ke tiga saudaranya itu. Abi Delisa bekerja pada sebuah kapal sebagai seorang mekanik yang otomatis tidak setiap hari dirumah, berbulan-bulan Abi Delisa biasanya baru pulang ke rumah.
Namun satu minggu sekali pasti Abinya menelfon ke Rumah, untuk mengobati rasa rindu pada keluarga yang ditinggalkan di Lhok Nga. Suatu hari Delisa mendapat tugas dari sekolahnya.
Tugas tersebut adalah menghafal bacaan salat. Delisa semakin rajin menghafal bacaan salatnya ketika Umi menjanjikan akan membelikan kalung bagi Delisa jika Delisa telah lulus tes bacaan salat yang diadakan di sekolahnya.
Delisa setiap hari giat menghafal bacaan-bacaan salatnya. Waktupun terus berlalu Hingga pada tanggal 26 Desember 2004, tibalah Delisa dan kawan-kawan sekelasnya menyetorkan bacaan salat kepada ibu guru. Ketika Delisa mulai membacakan hafalan salatnya didepan ibu guru dan semua orang tua yang ikut mendampingi anak-anaknya, keadaan mulai berubah, riuh, gaduh tak karuan, teriakan dan getaran bumi yang dahsyat mengiringi datangnya air laut yang naik ke dataran dengan begitu ganasnya. Ia bagaikan tangan raksasa yang menghancurkan segala yang ia jumpai. Bencana tersebut adalah gempa hebat yang diikuti dengan tsunami. 15.000 orang diperkirakan meninggal dalam bencana ini, termasuk Ummi dan kakak-kakak Delisa.
Delisa selamat dengan luka yang parah. Dia tersangkut di semak belukar. Siku kanannya patah dan kakinya terjepit ditengah bebatuan. Bocah kecil melihat banyak bangkai dan bau mayat yang menyayat hidung dan perasaannya. Enam hari lamanya Delisa terjebak ditemat tersebut. Delisa ditemukan oleh seorang prajurit yang bernama Smith yang mengantarkan ptajurit tersebut memeluk Islam karena melihat Delisa bercahaya.
Suasana yang tak menentu dan banyak korban jiwa berguguran mengantarkan Abi kepada Delisa setelah penantian lama, akhirnya Delisa dan Abi saling bertemu dengan suasana haru dan menyentuh Delisa bercerita layaknya bocah kecil yang tak tahu apa-apa. Bencana tak menghapus keceriaanya. Termasuk saat kaki kanan Delisa harus diamputasi, semuanya tak menyebabkan Delisa murung. Bersama Abi menata kehidupan yang baru tanpa Ummi dan kakak-kakaknya.
Suatu ketika Delisa melihat pantulan cahaya yang menyilaukan mengganggu penglihatannya. Tak disangka, pantulan itu merupakan pantulan kalung dengan huruf D. Dan pantulan tersebut berada di dalam genggaman tangan Umminya sendiri yang ditemukan telah tiada.
21. 0163F | 899.221 3 TER s | My Library (800) | Tersedia |
21. 0164F | 899.221 3 TER s | My Library (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain